Komisioner Komnas HAM Maneger Nasution mengatakan, kerusuhan bernuansa SARA di Tanjung Balai, Sumatera Utara menunjukkan toleransi masyarakat yang masih rentan.
Menurutnya, perlu pengawasan, pemulihan, dan mediasi berbagai pihak di lapangan. “Kekerasan atas nama apapun adalah musuh dunia kemanusiaan. Dalam pengalaman menangani kasus bernuansa SARA, mediasi adalah cara relatif efektif.
Selain itu, sambungnya, rekonsiliasi juga harus segera dilakukan. Pihak berwajib, pemerintah daerah, tokoh pemuda, tokoh agama hingga Kementerian Agama harus turut andil dalam proses rekonsiliasi.
“Diharapkan pemulihan situasi dan kondisi pascakerusuhan dapat dilakukan secara adil dan komprehensif sehingga dapat menyelesaikan konflik sampai ke akar permasalahan".
Dia menilai, akar permasalah dari kerusuhan di Tanjung Balai, Sumatera Utara terkait kesenjangan ekonomi, ketidakadilan penegakan hukum dan arogansi sosial.
“Kami meminta agar seluruh warga tidak terprovokasi dengan isu SARA dan tetap menjaga persatuan.” ungkap Meneger.
Kendati begitu, Meneger mendesak agar polisi setempat segera mengamankan oknum yang memicu dan melakukan perusakan tempat ibadah.
Sebelumnya, ratusan warga Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara, membakar dan merusak beberapa tempat ibadah di daerah itu. Aksi tersebut diduga dipicu permintaan salah seorang warga yang menegur pemeluk agama lain untuk mengecilkan volume di tempat ibadahnya.
Peristiwa terjadi pada Jumat 29 Juli hingga Sabtu, 30 Juni 2016 dini hari. Kejadian berawal saat M, 41, warga Jalan Karya Kelurahan Tanjungbalai Kota I, Kecamatan Tanjungbalai Selatan, menegur pemeluk agama lain yang terlalu kencang memakai pengeras suara di tempat ibadahnya.
0 komentar:
Posting Komentar